12 Langkah Cara Menggunakan Kamera Analog Film 35mm Secara Umum
Di kesempatan ini admin akan coba membahas
12 Langkah Cara Menggunakan Kamera Analog Film 35mm Secara Umum.
Admin membahas hal ini dikarenakan masih banyak yang bertanya bagaimana
cara menggunakan kamera analog ini atau itu, terutama yang bertipe SLR.
Saran dan komentar sobat-sobat admin harapkan agar
kita bisa belajar
dan diskusi bersama-sama. Sekali lagi admin tekankan bahwa media ini
bukan hanya untuk jualan, tapi terbuka bagi sobat-sobat pecinta dan
pengguna kamera analog, pemula maupun yag sudah
expert untuk saling berbagi ilmu. Di kesempatan yang lain, admin telah membahas cara memilih kamera analog idaman sobat. Setelah sobat memiliki kamera analog yang pas dengan sobat,
biasanya untuk yang pemula atau yang baru pertama kali pegang kamera
analog akan bingung dan berkata "Ini kamera gimana cara pakainya ya?"
atau "Ini kamera sama umur gue tuaan ini kamera, pakainya gimana ya?"
Apalagi kalau kameranya pemberian seseorang atau kebetulan nemu di
gudang bekas peninggalan kakek atau ayah. Gak usah bingung sobat.
Berikut sedikit admin ulas langkah-langkah menggunakan kamera analog
35mm secara umum:
Persiapan
1. Lihat basic kontrol pada kamera.
Setiap kamera analog film 35mm memiliki kontrol dasar yang
berbeda-beda. Oleh karena itu, pertama-tama sobat harus benar-benar
memperhatikan dan mengerti fungsi dari setiap kantrol dasar tersebut.
Bagi yang belum memahami kontrol dasar dari kamera analog, admin telah
membahasnya pada artikel dasar-dasar kamera analog.
- Shutter speed dial. Set shutter speed mengikuti kondisi cahaya. Shutter speed
berfungsi untuk mengatur kecepatan film ketika terkena cahaya. Bisanya
kamera analog tahun 1960 dan seterusnya akan menunjukkan shutter speed dengan angka yang semakin meningkat, seperti B, 1/125, 1/250, 1/500 dan seterusnya. Shutter Speed
kamera analog yang usianya lebih tua lagi, biasanya menggunakan
angka-angka yang lebih aneh dan sewenang-wenang letaknya. Sedangkan
letak shutter speed sendiri berbeda-beda setiap kamera analog. Secara umum letaknya ada di sebelah kanan atas. Tapi ada juga yang menyatu dengan mounting lensanya, seperti Olympus OM.
|
|
Shutter speed dial pada Fujca ST 801 |
- Aperture Ring. Kontrol Aperture di setiap kondisi cahaya yang berbeda-beda. Aperture sendiri
biasanya disebut diafragma atau bukaan, yakni bilah-bilah plat besi
seperti kipas yag ada di lensa berfungsi untuk mengatur jumlah cahaya
yang masuk melalui lensa. Untuk mengontrol aperture ini, ada ring (cincin) yang letaknya di lensa itu sendiri. Tetapi tidak selalu di lensa, aperture beberapa
kamera analog SLR tahun 1980an dan seterusnya sudah bisa dikontrol dari
kamera itu sendiri. Contohya sistem seperti Canon EOS tidak memiliki aperture ring sama sekali. Umumnya aperture ring yang ada di lensa, terletak di bagian belakang lensa atau di depan seperti lensa Industar dari Uni Soviet dan lensa OM-sistem. Aperture ditunjukkan
dengan angka-angka seperti f/8, f/11 dan seterusnya. Semakin kecil
angkanya, semakin besar bukaannya dan sebaliknya.
- ASA Dial. Set ASA untuk untuk mendapatkan exposure
yang berbeda. Pada kamera analog di tandai dengan tulisan ASA, yaitu
sensitivitas film terhadap cahaya. Semakin tinggi ASA yang sobat
gunakan, semakin sensitif filmnya terhadap cahaya. Hal ini akan
berpengaruh kepada kecerahan hasil gambar yag sobat ambil. ASA sangat
berguna pada kamera analog jenis automatic exposure. Letak ASA umumnya berdekatan dengan shutter speed dial, tapi ada juga yang terpisah di lensanya. Pada kamera SLR 35mm, set ASA dengan mengangkat ke atas shutter speed dial
kemudian putar kanan-kiri. ASA sangat dipegaruhi oleh jenis film. Film
yang berbebeda, membutuhkan exposure yang berbeda pula, misalnya film
ASA 50 membutuhkan 2x exposure lebih lama dari film ASA 100.
Beberapa kamera analog tidak membutuhkan ASA sama sekali, terutama
kamera yang memiliki kontak elektrik.
|
ASA Dial di Nikon FM2 Black |
- Mode Dial. Mode dial ini berhubungan dengan jenis kamera analog yang sobat miliki. Apakah full manual, semi-automatic atau full automatic exposure atau automatic exposure program. Jika kamera analog sobat full manual, maka tidak ada mode yang perlu di set. Sobat hanya memainkan shutter speed, ASA dan aperture. Bila semi-automatic, maka kamera analog sobat bisa digunakan secara manual dan auto dengan ditandai huruf 'A', seperti Nikon F3. Full automatic exposure, set mode ke automatic exposure dengan cara yang sama ke huruf 'A'. Maka kamera analog sobat akan secara otomatis mencari exposure yang memungkinkan, seperti Canon AE-1. Kemudian ada juga kamera analog dengan mode automatic exposure program ditandai dengan tulisan 'Program' atau 'P' pada meteringnya, yakni exposure telah ditentukan secara otomatis oleh kamera, akan tetapi sobat masih dapat memainkan shutter speed dan aperture ring. Hal ini memberikan keuntungan pada sobat utuk hanya lebih berkonsentrasi penuh kepada objek, seperti Canon AE-1 Program dan Nikon FA.
|
Mode Dial Nikon F3 |
|
Mode Dial Canon AE-1 |
|
Mode Dial Canon AE-1 Program |
|
Mode Dial Nikon FA |
- Focusing Ring. Fokuskan lensa kamera sobat dengan melihat jarak ke objek. Pada umumnya, distance (jarak) lensa kamera analog terdiri dari feet (kaki) dan meter. Serta ada pula tanda infinity,
yakni untuk memfokuskan jarak yang tak terbatas jauhnya. Beberapa
kamera analog 35mm memiliki sistem fokus yang berbeda-beda, seperti
kamera analog half frame dan compact (Olympus Pen EE dan Olympus Trip
35) menggunakan sistem zona yang sudah memiliki simbol. Ada pula jenis
rangefinder (Zorki dan Fed) yang memiliki focusing ring berupa tuas di dekat viewfinder-nya. Sistem fokusing kamera analog ini nantinya juga akan berpengaruh kepada reflective metering untuk mendapatkan eksposur yang berbeda-beda.
|
Simbol Infinity |
|
Tuas Fokus pada Fed-2 |
|
Sistem fokus Olympus trip 35 berupa zona dengan simbol |
- Tombol Rewind. Tombol ini berfungsi untuk memungkinkan
film/klise tidak terkunci atau terjepit (ngelos) pada batang kokangan
yang berada di bagian dalam. Apabila film yang sobat pakai sudah habis
(36 eksposur) dan sobat ingin mencabut filmnya dari kamera, sebelumnya
sobat harus menekan tombol ini. Bila tidak ditekan, film tidak akan bisa
digulung. Bila sobat paksa film/klise akan robek. Selain itu, tombol
ini bisanya juga berfungsi untuk membuat multiply exposure/double exposure. Dengan
menekan tombol ini saat pemotretan, sobat dapat memundurkan film ke
frame sebelumnya. Normalnya tombol ini berukuran kecil dan terletak di
bagian bawah kamera sejajar dengan kokangan.
|
Contoh Tombol Rewind pada Canon A-1 |
- Tuas Rewind. Pada umumnya tuas rewind ini berada di
bagian sisi kiri tangan. Berfungsi untuk memutar film/klise masuk ke
dalam tempatnya kembali (kalengnya) jika sudah habis. Dapat juga
digunakan untuk membuat multiply exposure/double exposure dengan memutarnya sehingga kembali ke frame sebelumnya. Tapi inget sobat sekali lagi jangan lupa pencet terlebih dahulu tombol rewind-nya baru putar. Kemudian tarik tuasnya ke atas dan cabut kaleng filmnya. Pada kamera analog bentuk tuas rewind
ini bermacam-macam. Di kamera analog SLR 35mm dan Half frame bentuknya
berupa tuas. Tapi pada kamera jenis rangefinder bentuknya seperti
tongkat bulat/knob. Beberapa kamera analog yang sudah memiliki motor
seperti EOS (tahun 1995-ke atas), tidaak memiliki tuas rewind sama sekali. Untuk menggulung filmnya, ada yang berupa tombol dan ada yang sudah otomatis menggulung sendiri jika sudah habis.
|
Tuas Rewind Canon T50 |
|
Tuas Rewind Leica M |
|
Knob Rewind Zorki 4K |
2. Ganti Batre Jika Kamera Analog Kamu Menggunakannya. Hal yang
perlu diperhatikan lagi adalah mengenai batre untuk kamera analog sobat.
Banyak sekali dari sobat mungkin ragu untuk membeli kamera analog
karena batrenya sudah tidak diproduksi lagi dan sulit untuk
mendapatkannya sekarang ini. Batre pada kamera analog sangat diperlukan
terutama untuk jenis full automatic. Pada jenis full manual hanya digunakan untuk menggerakkan lightmeter
(optional jika feeling sobat sudah mantap). Memang benar beberapa
kamera analog batrenya sudah tidak diproduksi lagi, terutama yang
menggunakan batre Merkuri Px-625 1.35V seperti Practika
dari Jerman Timur dan kamera-kamera analog dari tahun 1960an. Batre
tersebut sudah dihentikan produksinya pada tahun 1980an karena masalah
lingkungan. Kalau pun ada yang jual mungkin harganya lumayan mahal. Tapi
jangan takut sobat, para fotografer yang menggunakan kamera analog
sangat lihai untuk mengatasi masalah ini. Umumnya kamera analog yang
menggunakan batre dapat diganti dengan batre universal LR44 1.5V yang
masih dapat diperoleh di tukang jam. Sobat pun harus menyesuaikan
voltage batre ini agar sesuai dengan kamera analog sobat. Akan tetapi
tidak semua kamera analog dapat langsung menyala ketika menggunakan LR44
1.5V. Ada yang harus menggunakan lebih dari 2 buah LR44 seperti Canaon
AE-1 (5buah), Yashica MG-1 dan Electro 35 GSN (7buah). Dapat pula 1 buah
CR2 (masih ada dipasaran) diganjal dengan 2 buah LR44 Selain itu ada
juga yang menggunakan 1 buah tetapi harus diganjal dengan kertas atau
plat besi kecil. Pokoknya sobat harus bereksperimen agar voltagenya
cocok. Batre kamera analog dapat bertahan 1-2 tahun. Namun dianjurkan
untuk melepasnya jika kamera tidak digunakan, karenaa dapat merusak
rumah batrenya. Di samping itu, bila sobat ingin memasukkan batre ke
dalam rumah batrenya, dianjurkan kembali jangan dipegang menggunakan
tangang/jari. Hal tersebut dapat mengganggu voltage dari batre tersebut
karena tubuh kita dapat mengalirkan listrik. Gunakanlah kain atau tissue halus.
|
CR2 |
|
LR44 |
|
Contoh Batre PX-625 |
3. Periksa Apakah Film/klise Sudah Loading (termuat) dengan Benar.
Hal ini merupakan kesalahan yang sering terjadi terutama pada pemula
yang baru menggunakan kamera analog. Terkadang kita merasa bahwa
film/klise yang baru kita masukkan telah siap untuk dijepret. Namun
setelah jepret sana jepret sini dan tiba waktunya untuk diambil ternyata
ketika kita buka tutup belakang kamera, film/klise tidak tergulung sama
sekali di take-up spool. Lalu bagaimana admin memastikan film/klise yang kita pakai sudah masuk ke lubang take-up spool? Pastikan bahwa film/klise benar-benar sudah masuk/terjepit ke dalam lubang take-up spool ketika memasangnya. Kemudian coba sobat kokang dan perhatikan apakah tuas rewind ikut berputar. Apabila tuas rewind tidak ikut berputar, berarti film yang sobat masukkan belum loading/termuat
dengan benar. Jangan memasang film ataupun membuka tutup belakang
kamera ketika sedang terisi film di bawah terik matahari. Karena hal
tersebut dapat merusak kualitas dari film/klisenya. Usahakan
melakukannya di ruangan yang redup cahaya.
|
Detail Bagian dalam Nikon FM2 |
4. Meloading/Memuat Film. Walaupun katrid film 35mm dibuat untuk
menangkap cahaya, namun bukan berarti saat memasang film sobat dapat
melakukannya di bawah terik sinar matahari. Seperti yang admin katakan
di atas, usahakan sobat melakukan loading/memasang film indoor (dalam ruangan) atau di tempat yang teduh. Berikut cara-cara memasang film 35mm ke dalam kamera analog berdasarkan jenis loading kameranya:
|
Lubang klise masuk ke sprocket dan take-up spool |
|
Cara Memasang Film/klise |
|
|
|
|
|
|
|
- Rear-loading Camera. Jenis loading kamera ini adalah yang paling umum sobat jumpai dan biasanya terdapat di kamera analog jenis SLR. Rear-loading memiliki engsel yang terbuka untuk mengekspos ruang film (film cassette chamber) dengan menarik ke atas tuas rewind. Fungsi rear-loading adalah untuk membuka bagian belakang kamera. Ada kamera analog yang langsung terbuka bagian belakangnya ketika tuas rewind ditarik ke atas, namun ada pula yang harus menggeser sebuah tuas kemudian menarik tuas rewind
ke atas baru terbuka, seperti Nikon seri F dan FM. Setelah tutup
belakang terbuka, masukkan roll film ke dalam ruang film (biasanya di
sisi kiri) dan turunkan tuas rewind agar menjepit roll film. Kemudian tarik ujung klise sambil menahan roll film dan masukkan ke dalam lubang take-up spool. Perhatikan juga bahwa lubang-lubang pada klise harus masuk ke dalam sprockets spool agar ikut tergulung ketika dikokang. Setelah itu, kokang sekali dan perhatikan apakah klise tergulung pada take-up spool dan tuas rewind ikut
berputar. Biasanya berikan 2 jepretan/frame kosong untuk memastikan
klise benar-benar tergulung. Terakhir putar sedikit tuas rewind
ke belakang agar klise tidak kendur dan tutup kembali bagian belakang
kamera. Kamera sobat siap unttuk mengabadikan momen-momen terindah dalam
hidup sobat.
|
Rear-Loading Nikon FE |
- Bottom-Loading Camera. Loading film pada jenis kamera
ini biasanya terdapat di bagian bawah kamera, seperti produksi awal
Leica, FED, Zorki, Agfa, Zenit dan lain sebagainya. Umumnya bottom-loading camera
berupa kunci yang harus diputar sehingga tutup bawah untuk mengekspos
tempat film terlihat. Jumlah kunci ini berbeda-beda pada setiap kamera.
Ada yang hanya memiliki satu buah di tengah-tengah dan ada yang memiliki
2 buah di kiri-kanan bagian bawah kamera. Untuk memasukkan film ke
kamera jenis loading ini memang agak susah, terutama bila
menggunakan film 120mm. Sobat harus memotong ujung klise beberapa inchi
sehingga menjadi lebih panjaang dan tipis agar masuk ke dalam take-up spool dan pas dengan jumlah frame.
|
Bottom-loading Argus C44 maade in Amerika |
|
Memotong klise 120mm |
5. Set ASA/Film Speed. Atur ASA yang ingin sobat gunakan.
Biasanya ASA yang digunakan sama dengan ASA pada info film yaang sobat
beli. Misalnya, sobat beli film ASA 200 atur ASA 200 pula pada kamera
sobat. Tarik ring pada pengaturan speed dan putar ke kiri-kanan untuk
pilihan ASA. Ingat sobat! semakin besar ASA yang dipakai, semakin cerah
hasil yang dihasilkan. Oleh karena itu, coba sobat bereksperimen
pengaturan ASA di kondisi cahaya yang berbeda-beda dengan melihat Over-
atau Under exposure pada lightmeter.
|
ASA K1000 |
|
|
|
|
|
Pengaturan ASA K1000 |
Shooting
Akhirnya sobat semua kita sampai pada bagian
shooting/mengambil
gambar. Intinya teori tanpa praktek tidaklah ada gunanya. Sobat harus
berani menghabiskan ber-roll-roll film dalam tahap pembelajaran dan
selanjutnya gunakan insting sobat untuk bagaimana mengirit film
kedepannya. Bila kamera sobat sudah siap semua dan sobat sudah paham
betul tombol-tombolnya, saatnya untuk mengambil gambar dan kembangkan
kemampuan fotografi sobat. Bagaimanapun kamera tua kadang-kadang
mengharuskan sobat untuk mengatur segala sesuatunya sendiri, apalagi
kamera analog full manual yang mana kamera film modern atau digital akan
mengaturnya untuk sobat secara otomatis.
1.
Fokuskan bidikan Sobat. Pertama-tama admin akan menguraikan
sedikit beberapa kamera analog berdasarkan sistem fokusnya sambil
melihat bagaimana cara memfokuskannya. Hal ini nantinya cukup
berpengaruh agar sobat dapat memfokuskan bidikan sobat dengan benar
karena beberapa kamera anaalog SLR yang sudah tua,
aperture-nya tersambung ke metering. Kadangkala sobat harus menurunkan
aperture-nya untuk menyesuaikan metering dan akibatnya
viewfinder menjadi agak gelap dan menyulitkan sobat untuk melihat apakah sudah fokus atau belum.
- Auto-focus camera. Kamera analog dengan sistem fokus ini
mulai muncul sekitar pertengahan tahun 1980-an dan seterusnya. Biasanya
kamera ini tidak memiliki ring fokus atau switch manual/auto focus baik pada lensa maupun di bodi kamera. Bagaimana cara fokusin ini kamera min? Cukup sobat tekan tombol shutter setengah dengan lembut. Ketika fokus diperoleh (biasanya ada indikasi di viewfinder
atau dengan suara bip) maka kamera sobat siap untuk mengambil gambar.
Keuntungan kamera analog dengan sistem fokus ini adalah ia memiliki
eksposur otomatis juga, sehingga sobat tidak usah sibuk-sibuk untuk
menyeting eksposur.
|
Canon Eos 650 Auto Focus Analog Camera |
- Manual focus SLR camera. Mudahnya untuk membedakan kamera analog SLR (single lens reflex) atau bukan adalah dengan melihat ukuran viewfinder dan prisma. Analog SLR biasanya memiliki vwiefinder yang
lebih besar dan pentaprisma yang menonjol (di atasnya umumnya untuk hot
shoe flash). Untuk memfokuskan kamera analog jenis ini, sobat cukup
memutar ring fokus pada lensa hingga gambar menjadi jernih. Kebanyakan
kamera analog manual fokus memilliki dua fokus bantu berupa split image dan microprism ring agar memudahkan sobat mengetahui apakah sudah dalam keadaan fokus. Split image berada tepat di tengah yang membagi gambar menjadi dua bagian bila tidak fokus dan sebaliknya. Sedangkan microprism ring berada di bagian luar split image dan akan blur bila tidak fokus dan sebaliknya.
|
Bagian-bagian focusing Nikon FM |
|
|
|
|
|
split image dan microprism tidak fokus |
- Viewfinder Cameras. Kamera jenis ini sangat mirip dengan
rangefinder. Tapi sobat tidak akan menyatukan dua bayangan seperti
kamera rangefinder pada umumnya. Namun demikian, kamera ini dibekali
dengan bantuan gambar ikon untuk menentukan jarak seperti jarak untuk
memotret orang (single person), orang dalam jumlah banyak/grup dan landscape. Bidik objek sobat semaksimal mungkin. Setelah itu sobat tinggal set asa dan speed, itulah fokus pada kamera ini. Lebih mudah dan banyak menebaknya dengan feeling.
|
Voigtlander contoh terbaik kamera analog viewfinder |
2.
Atur Eksposur. kamera-kamera analog pun memiliki pembacaan metering yang berbeda-beda terhadap cahaya. Ada matrix, spot,
center weighted dan
parsial. Setiap pembacaan metering ini pun memiliki kelebihannya
masing-masing. Namun demikian, pembacaan metering ini terkadang membuat
kesulitan kepada sobat untuk mendapatkan eksposur yang tepat. Karena
mereka pada umumnya hanya membaca area kecil di tengah frame. Apalagi
bila sobat memakai kamera analog yang memiliki spot metering,
pembacaannya paling banyak tepat di tengah frame. Lalu bagaimana kalau
objek yang sobat ingin foto tidak berada tepat di tengah frame
(off-center)?
Yang sobat harus lakukan adalah arahkan kembali kamera sobat ke objek
yang ingin sobat jadikan pusatnya, tunggu hingga metering melakukan
pembacaan, dan kemudian bingkai kembali
(reframe) bidikan sobat.
Berikut ini adalah ulasan admin agar sobat mendapatkan eksposur yang
tepat dari setiap tipe kamera analog yang berbeda-beda:
- Fully Automatic Exposure Camera. Kamera analog yang memiliki
eksposur benar-benar otomatis adalah yang paling mudah untuk digunakan.
Ciri-ciri kamera jenis ini yaitu sobat tidak memiliki kontol sendiri
untuk mengganti shutter speed dan aperture, seperti halnya kamera analog compact Olympus Trip 35. Bisa juga bila kamera sobat memiliki mode 'Program' atau 'Automatic' seperti Canon AE-1 Program atau Pentax K2. Enaknya pakai analog yang memiliki jenis eksposur seperti ini adalah sobat tidak usah susah-susah atur shutter speed atau aperture
lagi. Semuanya sudah dilakukan secara otomatis. Lebih enak lagi bila
kamera sobat sudah memiliki mode untuk mengatur pembacaan metering,
seperti matrix, evaluatif dan lain sebagainya.
|
Canon A-1 salah satu kamera analog pertama dengan mode fully automatic program |
- Kamera analog dengan aperture-priority automatic exposure. Kamera analog jenis ini masih memungkinkan sobat untuk mengatur aperture/bukaan sendiri tetapi kemudian ia akan memberikan bacaan shutter speed secara otomatis yang harus digunakan oleh sobat. Intinya sobat masih harus mengetahui berapa aperture/bukaan
yang sobat pakai di kondisi cahaya yang berbeda-beda dan sisanya akan
diberitahu oleh kamera sobat. Tetapi tentunya sobat jangan memilih aperture yang memaksa kamera analog sobat untuk menggunakan shutter speed yang lebih cepat atau lebih lambat dari yang tersedia, cukup sesuaikan aperture yang lensa sobat miliki.
|
Canon AV-1 Analog Aperture-priority automatic exposure |
-
Kamera Analog Full Manual. Untuk jenis kamera analog full manual, pencarian eksposur yang tepat dilakukan dengan sangat sederhana dan menuntut kepekaan feeling sobat. Aperture/bukaan, shutter speed
dan ASA, sobat sendirilah yang menentukannya. Pada kamera analog full
manual tidak terdapat alat bantu khusus seperti pada jenis-jenis kamera
analog lainnya. Satu-satunya alat bantu adalah lightmeter yang berupa jarum atau lampu indikator yang dapat kita lihat melalui viewfinder. Lightmeter ini digerakkan oleh sensor cahaya yang terhubung dengan shutter speed, aperture
dan ASA. Umumnya, untuk menghidupkan lightmeter pada kamera analog full
manual dibutuhkan 1-2 buah baterai LR44. Namun ada pula lightmeter
berupa selenium cell yang tidak memerlukan baterai sama sekali. Jarum
akan bergerak otomatis ketika sensor terkena cahaya. Untuk menentukan
eksposur, jarum akan bergerak ke atas (biasanya terdapat tanda '+') bila
cahaya yang masuk berlebih. Hal tersebut menandakan over-exposure. Bila cahayanya kurang, jarum akan mengarah ke bawah/tanda minus yang berarti under-exposure.
Agar eksposur tepat, sobat harus berusaha mencari sendiri dengan
mengubah-ubah shutter speed, aperture dan ASA di setiap kondisi cahaya
yang berbeda-beda agar jarum mengarah ke tengah-tengah yang menandakan correct exposure.
Pada Nikon, jarum/lampu indikator akan mengarah ke tanda 'O' bila
eksposur berada di posisi yang tepat. Untuk sobat yang sedang atau ingin
belajar menggunakan kamera analog full manual agar 'benar-benar full
manual', sobat bisa mencobanya dengan tidak menggunakan lightmeter.
Cabut saja baterainya dan gunakan feeling sobat. Namun sobat sudah harus hafal betul mengenai segitiga eksposur. Bila feeling sobat belum terlalu peka, sobat bisa membuat sendiri sunny 16 rules
sebagai acuan. Terakhir bila benar-benar sudah terasah, gunakanlah
kamera analog rangefinder atau viewfinder dengan atau tanpa selenium
cell (terutama buatan Jerman) dan rasakanlah sensasinya.
|
Nikon FM10 Contoh Kamera Analog Full Manual |
3.
Bingkai Bidikan dan Jepret. Setelah mendapatkan eksposur yang tepat, selanjutnya yang sobat harus lakukan adalah
framing (membingkai) bidikan sobat. Mengenai
framing
ini, admin tidak akan terlalu detail dalam mengulasnya di sini karena
admin akan membahasnya di postingan lain. Intinya ketika membingkai
objek bidikan sobat, usahakan membuatnya seartistik mungkin. Hal
tersebut berhubungan dengan
angle (enggel). Sobat pun harus
belajar mengenai hal ini. Umumnya pemula akan menempatkan objek
bidikannya di tengah-tengah (pusat) frame. Cobalah sesuatu yang berbeda,
misal menggunakan
wide-angle, membuatnya menjadi simetris, objek berada di sebelah kanan frame dan
background agak melebar ke sebelah kiri frame dan lain-lain. Bila telah mendapatkan
angle yang dirasa sudah bagus untuk
framing selanjutnya jepret.
4.
Jepret sampai Frame terakhir. Pada kamera analog 35mm frame berjumlah 36 eksposur dimulai dari tanda S-36. Jangan lupa untuk melihat
counter number
di dekat kokangan untuk kamera analog jadul. Untuk kamera analog semi
DSLR bisa dicek pada viewfindernya, akan muncul informasi berapa jumlah
frame yang tersisa dan sudah terpakai. Bila film sudah habis biasanya
kokangan akan
stuck. Dalam keadaan demikian kokangan jangan sobat
paksa, cek kembali jumlah frame yang sudah terpakai. Namun bila film
belum habis dan kokangan macet, itu berarti ada masalah dan harus
diservis. Bila film sudah habis, tekan tombol
rewind di bagian bawah kamera dan putar
rewind crank-nya.
Setelah sudah terasa enteng, baru bagian belakamg kamera dibuka dan
roll film diambil. Jangan lupa untuk melakukannya di tempat yang teduh.
5.
Proses Film Sobat (cuci). Roll film setelah digunakan,
alangkah baiknya segera diproses (cuci). Karena bila terlalu lama
disimpan akan menimbulkam jamur di klisenya. Namun jika memang ingin
diproses untuk jangka waktu yang lama, simpan di tempat yang tidak
lembab. Biasany pengguna kamera analog akan menyimpannya di freezer
lemari es. Mengenai cuci film ini, admin juga nanti akan membahasnya di
artikel lain. Datang ke tempat cuci-cetak film yang masih menerimanya.
Di Jabodetabek masih banyak tempat yang menerima jasa cuci film
negatif. Untuk film BW (black and white) dan slide memang agak sulit
menemukan yang masih memprosesnya secara tradisional, terutama untuk
mendapatkan kontras yang bagus pada film BW.
6.
Cek Film untuk Kesalahan Eksposur. Hal yang sobat harus
perhatikan ketika dalam tahap belajar kamera analog adalah selalu cek
hasil foto sobat setelah dicuci. Ada baiknya sobat cetak atau dijadikan
file JPG, tapi jangan diedit loh. Ini dilakukan untuk mengecek kesalahan
eksposur. Cara mudah untuk mengecek kesalahan eksposur adalah dengan
melihat
under-and over-exposure. Bila setelah dicuci dan sobat cetak/scan ternyata hasilnya kegelapan berarti
underexposure dan sebaliknya bila keterangan berarti
overexposure. Oleh sebab itu sobat, biasanya di bagian belakang kamera analog yang bertipe SLR 35mm selalu terdapat tempat
note untuk catatan
shutter speed,
aperture
dan ASA yang digunakan per frame. Ingat selalu segitiga eksposur untuk
mendapatkan hasil yang maksimal. Misal, ketika motret sobat catat semua
per frame dan setelah cuci-cetak hasilnya agak gelap (underexposure) di
ASA 400,
shutter speed sekian dan
aperture sekian. Lain waktu sobat motret lagi di kondisi cahaya yang sama, kemudian sobat ingat kemarin
underexposure di ASA 400. Sekarang sobat turunin jadi ASA 200, setelah dilihat hasilnya ternyata pas.
7.
Selalu Sedia Roll Film dan Motret lagi. Demikianlah sobat cara
menggunakan kamera analog film 35mm secara umum. Intinya jangan takut
menghabiskan ber-roll-roll film ketika sedang belajar dan terus mencoba
motret untuk mendapatkan eksposur yang tepat. Bandingkan hasil yang
satu dengan yang lainnya. Minta pendapat kepada teman atau saudaraa
mengenai foto sobat dan lihat ekspresi mereka. Terima kasih, semoga
bermanfaat!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar